REPUBLIKA: Century Gate dan Integritas

REPUBLIKA: Century Gate dan Integritas

Azyumardi Azra

Kasus Century Gate yang kian terkuak menunjukkan berbagai indikasi rekayasa yang cukup sistemis, tentang pencairan dana talangan (bail out) bagi Bank Century sebesar 6,7 triliun, jumlah uang yang sama sekali tidak sedikit. Sejauh ini, dari berbagai keterangan figur-figur dan pejabat-pejabat sejak dari BPK, PPATK, BI (termasuk mantan gubernur BI Boediono yang sekarang wakil presiden) dan lain-lain yang dipanggil 'konsultasi' oleh Panitia Khusus Hak Angket DPR RI untuk kasus Bank Century, terlihat macam-macam manipulasi dan rekayasa yang dilakukan mereka, yang memiliki otoritas untuk melancarkan pencairan dana yang pada hakikatnya berasal dari pajak rakyat.

Berbagai usaha yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk 'menutupi' atau bersikap defensif terhadap pengungkapan Century Gate, sulit dapat diterima akal sehat masyarakat yang ingin Indonesia ini bebas--atau sedikitnya berkurang--dari tindakan-tindakan manipulatif dan koruptif semacam itu. Sikap defensif dari pihak-pihak tersebut dalam kasus ini tak bisa lain mengisyaratkan masih kuatnya keengganan memberantas KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) tanpa pandang bulu, khususnya ketika terkait dengan kepentingan politik sendiri; bagi pihak ini, pengungkapan Century Gate dapat berujung pada kerugian besar secara politis.


Lebih jauh, sikap defensif tersebut mencerminkan rendah atau tidak konsistennya political will dari figur-figur dan elite politik puncak, dalam pemberantasan KKN sampai ke akar-akarnya. Padahal, pengalaman keberhasilan pemberantasan KKN di berbagai negara menunjukkan bahwa hal itu sangat terkait dengan 'kemauan politik' dan konsistensi para pejabat puncak dan elite politik. Tanpa itu, pemberantasan korupsi menjadi sekadar basa-basi yang bakal mengalami kegagalan. Pada tahap ini, masyarakat menjadi kian skeptis dan bahkan boleh jadi mencibir belaka, ketika para pejabat dan elite politik berbicara tentang pemberantasan korupsi dan penciptaan good governance, 'pemerintahan yang bersih' dari KKN.

Oleh sebab itu, seharusnya semua pihak mendukung pengungkapan Century Gate secara tuntas. Dengan begitu, masalahnya menjadi jelas dan terang benderang; meski agaknya bakal ada risiko-risiko politik bagi pihak atau figur tertentu. Tetapi, 'sekali lagi' jika kita semua konsisten dengan tekad memberantas KKN sampai ke akar-akarnya, harga dan biaya politik itu, memang haruslah dibayar.

Maka, pengungkapan tersebut mestilah tetap dilakukan. Karena hanya melalui pengungkapan yang objektif dan jujur, dapat dilakukan tindak lanjut sepatutnya, dengan memproses setiap dan seluruh mereka yang terlibat dalam kasus ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Penyaluran dana rakyat secara tidak bertanggung jawab kepada Bank Century yang mengindikasikan pelanggaran hukum, dan mencederai rasa keadilan publik, juga jelas merupakan 'pengkhianatan' terhadap amanah rakyat, dosa yang sulit terampunkan. Jika para pejabat publik sudah melanggar amanah, apa lagi yang bisa diharapkan dari mereka?
Prinsip amanah dan kejujuran merupakan bagian sangat penting dari integritas para pejabat publik, yang semestinya dipegangi dengan penuh kesetiaan dan keteguhan. Para pejabat publik yang melanggar prinsip-prinsip ini, sebenarnya tidak lagi memiliki hak moral dan etis untuk melanjutkan kepemimpinan mereka pada lembaga publik, apalagi yang berkenaan dengan aset-aset negara dan rakyat, seperti BI dan Kementerian Keuangan.

Karena itu, imbauan dari berbagai kalangan agar para pejabat, dalam hal ini Boediono sebagai gubernur BI dan Sri Mulyani sebagai menteri Keuangan ketika terjadinya pengucuran dana rakyat kepada Bank Century, agar kembali kepada integritas sebagai pejabat publik. Mereka sepatutnya memberikan contoh kepada publik, bahwa ketika mereka melakukan kekeliruan dalam kebijakannya, yang jelas-jelas merugikan kepentingan negara dan publik, dengan legowo dan ikhlas mundur dari jabatan; inilah bentuk terbaik dari sikap bertanggung jawab, baik kepada diri sendiri, publik, dan negara-bangsa.

Memang tidak ada ketentuan undang-undang dan peraturan lain yang mengharuskan mereka mundur, atau sedikitnya nonaktif dari jabatan mereka. Tetapi, sekali lagi, berpegang hanya pada aspek legalitas, sangat boleh jadi melukai prinsip etis, moral, bahkan rasa keadilan. Karena itu pula, penggunaan pendekatan legalistik hanyalah memperkuat kesan publik tentang sikap defensif yang terus-menerus dipertontonkan secara telanjang kepada publik, melalui siaran langsung reality show politik berbagai saluran TV.

Pada akhirnya, terlepas dari apa pun hasil dari Pansus Hak Angket DPR untuk kasus Bank Century, satu hal sudah jelas: penciptaan pemerintahan yang bersih dari KKN di negeri ini masih menghadapi jalan terjal. Dengan begitu, perjuangan masih sangat panjang, khususnya bagi civil society dan anak-anak bangsa lainnya, yang sangat memimpikan sebuah negeri yang bersih dari KKN, sebuah negeri yang dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam hal integritas para pejabat publiknya.


Gusmus dalam Puisi: “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”

Gusmus dalam Puisi: “Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”

Kau ini bagaimana?
kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kafir
aku harus bagaimana?

kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
kau ini bagaimana?

kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aq plin plan
aku harus bagaimana?

aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimbung kakiku
kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
kau ini bagaimana?

kau suruh aku takwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
aku harus bagaimana?

aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
aku kau suruh berdisiplin, kau mencontohkan yang lain
kau ini bagaimana?

kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara tiap saat
kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
aku harus bagaimana?

aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
kau ini bagaimana?

kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
aku harus bagaimana?

aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
aku kau suruh bertanggungjawab, kau sendiri terus berucap wallahu a’lam bissawab
kau ini bagaimana?

kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
aku harus bagaimana?

aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah kupilih kau bertindak sendiri semaumu
kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
kau ini bagaimana?

kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
aku harus bagaimana?

kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
kau ini bagaimana?

aku bilang terserah kau, kau tidak mau
aku bilang terserah kita, kau tak suka
aku bilang terserah aku, kau memakiku

kau ini bagaimana?
atau aku harus bagaimana?

Sumber : Jamil Burhan

Qoute Islam

Doa Islam